Kamis, Maret 26, 2009

Meningkatkan percaya diri

Dari data penelitian, ditemukan banyak faktor yang menjadikan kendala seseorang enggan untuk menjadi penyeru kebaikan. Antara lain, kurang percaya diri, kemudian disusul tidak adanya skill. Kalau kita runut, keduanya mempunyai korelasi yang sangat erat. Sebenarnya akar masalah orang yang tidak percaya diri terletak pada skill (keterampilan). Dan, skill utama bagi seorang penyeru kebaikan terletak pada kemampuan penguasaan materi, pemahaman terhadap nilai-nilai yang disampaikan, serta penguasaan skill penyampaian. Untuk menumbuhkan ketiga hal tersebut perlu sebuah usaha pembiasaan. Dan untuk menjadikan hal itu sebagai sebuah kebiasaan dalam diri seseorang secara permanen, maka perlu ditanamkan beberapa faktor:

A. Paham. Tanpa pemahaman yang utuh, orang tidak akan dapat bekerja dengan ikhlas, lemah produktiftas, dan tidak akan tahan lama.

B. Memiliki skill. Orang yang tidak memilki skill biasanya akan bekerja dengan cemas dan minder.

C, Kemauan. Dengan kemauan, kita dapat beramal secara konsisten dalam rentang waktu yang lebih lama.


Ada beberapa kiat praktis untuk meningkatkan rasa percaya diri. Utamanya meliputi aspek kemauan, pemahaman serta keterampilan. Untuk memenuhi aspek kemauan, Anda perlu melakukan berbagai usaha. Antara lain:

1. Bekerjalah dengan Ikhlas. Yakinkan bahwa seluruh amalan baik akan mendapatkan pahala walau tidak enak untuk dikerjakan.

2. Kerjakan setiap aktifitas dengan penuh tanggung jawab, memiliki landasan nilai (vaIue) dan prinsip-prinsip yang kuat.

3. Milikilah kebiasaan menerima. Ini akan meningkatkan rasa memiliki.

4. Tingkatkan rasa tanggung jawab pribadi. Dengan itu, rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan problem umat akan tumbuh.

5. Miliki kebiasaan mempertahankan hak. Dengan cara mendorong sikap percaya diri untuk membela hak-hak kita yang hilang.

6. Milikilah kebiasaan hidup dengan tujuan. Tanpa tujuan yang kuat tak akan ada target dan kurang termotivasi untuk melakukan aktifitas yang baik sekalipun.

7. Memiliki integritas diri. Kekuatan utama bagi penyeru kebaikan terletak pada kekuatan integritas, yaitu kesatuan antara ucapan, statement tertulis dan tindakan kita.

Sedangkan untuk aspek pemahaman dan keterampilan, barangkali beberapa langkah berikut bisa Anda usahakan:

1. Milikilah catatan/referensi materi dan agenda yang rapi.

2. Siapkan materi yang akan disampaikan. Naik panggung tanpa persiapan, maka turun panggung penuh dengan kehinaan.

3. Bacalah buku-buku referensi, ini sangat membantu meningkatkan pemahaman.

4. Milikilah hafalan yang baik. Orang berbicara mengandalkan apa yang diingat.

5. Ambillah selalu kesempatan untuk tampil dimuka umum kapan saja. Sebagai latihan melancarkan kemampuan bicara dan kontrol diri.

6. Ikutilah beberapa pelatihan, semisal pelatihan Training for Trainer, atau sejenis pelatihan untuk pelatih dan fasilitator yang membekali skill mengajar.



Baca Selanjutnya.....

Senin, Maret 16, 2009

7 Kiat Meningkatkan Kecerdasan Emosinal ( EQ )

Oleh Surya Handayana

Emosi adalah hal begitu saja terjadi dalam hidup Anda. Anda menganggap bahwa perasaan marah, takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan, dan sebagainya adalah akibat dari atau hanya sekedar respon Anda terhadap berbagai peristiwa yang terjadi. Tentang emosi maka sangat kait eratannya dengan kecerdasan emosi itu sendiri dimana merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadap frustasi, mengendalikan dorongan hati (kegembiraan, kesedihan, kemarahan, dan lain-lain) dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan mampu mengendalikan stres. Kecerdasan emosional juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial. Ketrampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosi antara lain misalnya kemampuan untuk memahami orang lain, kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dengan orang lain, kemampuan berkomunikasi, kerjasama tim, membentuk citra diri positif, memotivasi dan memberi inspirasi dan sebagainya.

Supaya kecerdasan emosional terjaga dengan baik, berikut 7 ketrampilan yang harus Anda perhatikan

1. Mengenali emosi diri



Ketrampilan ini meliputi kemampuan Anda untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya Anda rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikran, Anda harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Berikut adalah beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit hati, marah, frustasi, kecewa, rasa bersalah, kesepian.

2. Melepaskan emosi negatif

Ketrampilan ini berkaitan dengan kemampuan Anda untuk memahami dampak dari emosi negatif terhadap diri Anda. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat Anda mudah marah ataupun frustasi seringkali justru merusak hubungan Anda dengan bawahan maupun atasan serta dapat menyebabkan stres. Jadi, selama Anda dikendalikan oleh emosi negatif Anda justru Anda tidak bisa mencapai potensi terbaik dari diri Anda. Solusinya, lepaskan emosi negatif melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar sehingga Anda maupun orang-orang di sekitar Anda tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul.

3. Mengelola emosi diri sendiri

Anda jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk. Emosi adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat membantu Anda mencapai kesuksesan.

Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu:

Pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada Anda. Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.

4. Memotivasi diri sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional–menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati–adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.
Ketrampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

5. Mengenali emosi orang lain

Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan ketrampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Ketrampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.

6. Mengelola emosi orang lain

Jika ketrampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antar pribadi, maka ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antar manusia.

Ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antar pribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antar korporasi atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antar individu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain.

7. Memotivasi orang lain

Ketrampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari ketrampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan andal.

Jadi, sesungguhnya ketujuh ketrampilan ini merupakan langkah-langkah yang berurutan. Anda tidak dapat memotivasi diri sendiri kalau Anda tidak dapat mengenali dan mengelola emosi diri sendiri. Setelah Anda memiliki kemampuan dalam memotivasi diri, barulah kita dapat memotivasi orang lain.



Baca Selanjutnya.....

MEMBANGUN KEPERCAYAAN

Mengapa perlu dibangun?

Tentu ada tak terhitung alasan mengapa kepercayaan itu penting bagi kita. Dalam kaitannya dengan dunia kerja atau usaha, saya hanya ingin menegaskan dua hal dari sekian itu, dengan kalimat seperti berikut:

Pertama, Kepercayaan adalah kekuatan “daya tarik” yang luar biasa untuk mengundang peluang ber-transaksi. Kalau melihat penjelasan para pakar marketing, transaksi adalah sasaran riil jangka pendek yang dicapai oleh kesepakatan antarpihak. Transaksi ini pada hakekatnya bukan saja akan dilakukan oleh para pedagang atau pebisnis, tetapi akan dilakukan oleh semua orang yang menjalankan aktivitas usaha, apapun usaha itu, termasuk juga bekerja.

Kita ingat pesan mendasar dalam dunia bisnis (baca: usaha) yang mengatakan, semua orang akan menjalani hidupnya dengan cara menjual sesuatu (selling), terlepas apakah itu barang atau jasa yang kita jual. Nah, supaya aktivitas jualan kita sampai pada tingkat transaksi, maka peranan kepercayaan sangat dominan di sini. Tidak semua produk yang belum laku itu tidak baik, tetapi adakalanya orang belum percaya akan benefit dari produk itu. Saking pentingnya kepercayaan itu dalam bisnis, sampai-sampai ada yang mengatakan begini: “jika orang itu suka kamu, ia akan mendengarkanmu, tetapi jika orang itu mempercayaimu, ia akan melakukan bisnis denganmu.”

Begitu juga, tidak semua karyawan yang belum mendapat kesempatan promosi jabatan itu tidak ahli, tetapi adakalanya orang belum percaya akan keahliannya. Bahkan ada kalimat yang pernah saya baca dari buku karya Helga Drummond berjudul: “Power: Creating It Using IT”, (Kogan Page: 1991) yang intinya ingin memahamkan kita bahwa untuk kepentingan power, maka yang terpenting bukan saja di bidang apa kita ahli, tetapi siapa saja yang mempercayai keahlian kita. Semua orang bisa ngomong politik atau ngomong tentang jeleknya pejabat, tetapi hanya orang tertentu saja yang sah untuk berbicara tentang hal ini. Semua orang di kantor bisa diajak melihat kekurangan organisasi, tetapi prakteknya hanya orang tertentu saja yang diberi hak untuk berpendapat tentang hal ini. Kira-kira begitulah contohnya.

Kasarnya, biarpun kita sudah ahli di bidang tertentu, tetapi kalau belum ada orang yang mempercayai keahlian kita, keahlian itu manfaatnya masih belum banyak buat kita. Mungkin atas dasar inilah George MacDonald pernah mengatakan: “Dipercaya itu nilainya lebih besar ketimbang dicintai.”

Berkali-kali telinga kita mendengar pengalaman para pengusaha yang bercerita tentang riwayat hidupnya. Mereka berani menyimpulkan, modal keberhasilannya adalah kepercayaan. Mereka mendapatkan uang dari orang lain yang percaya kepadanya. Lalu mereka mendapatkan produk juga dari orang lain yang percaya kepadanya. Dari modal dan produk itulah mereka mengolahnya dengan proses-proses yang terpercaya lalu lahirlah transaksi yang menguntungkan. Bank di dunia ini juga menerapakan cara kerja demikian. Mereka mendapatkan uang dari masyarakat yang percaya kepadanya. Lalu mereka kembangkan dengan sistem dan proses yang bisa dipercaya kemudian dari sinilah mereka mendapatkan untung.

Kedua, Kepercayaan akan mampu mengurangi sekian persen potensi problem dalam hubungan antarmanusia. Hubungan yang saya maksudkan di sini bisa hubungan apa saja, mungkin bisnis, mungkin profesi, rumah tangga, persahabatan dan lain-lain. Seperti yang kita alami, hubungan kita dengan orang lain itu tak hanya menjadi sumber solusi. Terkadang juga menjadi sumber problem. Problem inipun ada yang berupa kesulitan, dilema, dan misteri. Pokoknya, warna-warni problem itu bisa dikatakan tak terhitung.

Jika dicek ulang apa saja yang menjadi pemicu munculnya problem dalam hubungan, saya yakin kepercayaan termasuk salah satu faktor yang terbesar. Jika kepercayaan itu ada dalam sebuah hubungan memang tidak berarti problem akan hilang, tetapi jika kepercayaan itu sudah hilang, dipastikan akan banyak muncul problem. Problem yang diakibatkan oleh hilangnya kepercayaan ini biasanya melahirkan ketidak-efektif-an atau ketidak-efisien-an. Bisa dikatakan, kepercayaan adalah asas sebuah hubungan yang efektif dan efisien.

Kalau melihat bagaimana sulitnya memimpin bangsa Indonesia dan sulitnya bangsa Indonesia menemukan pemimpinnya dalam mengatasi masalah bangsa ini, mungkin benar juga kata para ahli di televisi. Hilangnya “trust” telah membuat roda kepemimpinan pemerintah menjadi tidak efektif dan tidak efisien, atau kerap terganjal oleh hal-hal yang tidak penting. Bukankah sering kita lihat demo atau penolakan sebagian rakyat terhadap program pemerintah padahal secara konsepnya program itu didesain untuk rakyat? Pada kasus ini tentu bukan programnya yang ditolak tetapi rakyat selalu curiga dan tidak percaya akan munculnya “jangan-jangan” yang dikhawatirkan, misalnya korupsi atau penunggangan kepentingan individu atas undang-undang yang sah.

Itulah sekilas gambaran bagaimana cara kerja kepercayaan dalam praktek hidup sehari-hari. Jika di atas ada pertanyaan mengapa kepercayaan itu perlu dibangun, maka jawabnya adalah: kepercayaan itu bukan pembawaan (traits) tetapi hasil dari pemberdayaan atau usaha (state), kepercayaan itu bukan pemberian tetapi balasan, kepercayaan itu bukan kumpulan pernyataan (talking only), tetapi kumpulan dari pembuktian (witness).

Dalam teori hidup yang dianut Jet Li, kepercayaan itu dibangun berdasarkan struktur langkah yang berawal dari: pertama, ketuklah pintu, kedua, buatlah orang lain tahu bahwa kau datang, ketiga, buktikan siapa dirimu. Jika kau sudah berhasil membuktikan siapa dirimu, maka kau akan mudah mengubah orang dan mengubah keadaan.

Perusak Kepercayaan

Ketika berbicara kepercayaan, mungkin ada dua hal yang patut diingat.

1. Kepercayaan itu datangnya dari orang lain tetapi alasannya dari kita. Artinya, ada dua pihak yang terlibat di sini. Karena itu sangat mungkin terjadi kasus penyimpangan. Misalnya saja, kita mempercayai orang yang tidak / belum layak dipercaya. Atau juga, kita belum / tidak dipercaya orang lain padahal kita sudah menyiapkan alasan untuk dipercaya.

Meskipun teknisnya sangat mungkin muncul kasus seperti di atas, tetapi prinsipnya tidak berubah. Artinya, pada akhirnya orang akan tidak percaya sama kita kalau kita tidak memiliki alasan atau kualifikasi yang layak untuk dipercaya. Sebaliknya, kita akan tetap mendapatkan kepercayaan kalau ternyata kita memiliki bukti-bukti yang layak untuk dipercaya (meski awalnya tidak dipercaya). Prinsip ini tidak bisa berubah. Tehnis sifatnya sementara tetapi prinsip bersifat abadi.

2. Kebanyakan orang sudah mengetahui apa saja yang perlu dilakukan untuk membangun kepercayaan dan mengetahui apa saja yang perlu dihindari karena akan merusak kepercayaan orang. Tetapi sayangnya hanya sedikit orang yang mau dan mampu melakukannya. Padahal, pada akhirnya kepercayaan itu butuh pembuktian, bukan pernyataan.

Sebagai penegas ulang dari apa yang sudah kita tahu, di sini saya mencatat ada tiga hal yang kerap menjadi perusak kepercayaan.

a. Malas, setengah-setengah, ogah-ogahan (low commitment)

Biasanya, sebelum kita berani melanggar berbagai komitmen dengan orang lain, awalnya kita melakukan pelanggaran itu pada komitmen pribadi. Misalnya, kita punya rencana tetapi tidak kita jalankan. Kita punya target tetapi kita biarkan. Kita punya keinginan memperbaiki diri tetapi yang kita praktekkan malah merusak. Ini semua bukti adanya “gap between the world of word and the world of action” di dalam diri kita, yang merupakan buah dari komitmen yang rendah.

Menurut pengalaman Mahatma Gandhi, efek dari disiplin yang merupakan buah dari komitmen tinggi itu, tak hanya pada satu titik dalam kehidupan kita. Tetapi ia menyebar ke seluruh wilayah. Sebaliknya, efek dari ketidakdisiplinan juga menyebar ke seluruh wilayah, dari mulai hubungan kita ke dalam (intrapersonal) sampai ke hubungan kita ke luar (interpersonal).

b. Keahlian atau kapasitas yang tidak memadai

Banyak yang sepakat mengatakan, kejujuran merupakan pondasi kepercayaan. Ini pasti benar dan sama-sama sudah kita akui sebagai kebenaran. Cuma, ada satu hal yang sering kita lupakan bahwa yang membuat kita menjadi orang yang tidak jujur, bukan saja persoalan komitmen moral, tetapi juga keahlian atau kapasitas personal. Kalau Anda hanya punya pendapatan tetap sebanyak dua juta tetapi Anda harus menanggung kredit perbulan sebanyak lima juta, maka Anda mendapatkan stimuli dan force yang cukup kuat untuk berbohong. Sebagian kita “terpaksa” berbohong bukan karena rusak imannya tetapi karena kapasitasnya belum sampai. Di sini yang diperlukan adalah kemampuan mengukur kadar diri (self-understanding), pengetahuan-diri (self knowledge) atau kemampuan membuat keputusan yang bagus (the right decision).

c. Kebiasaan Melanggar Kebenaran

Punya kebiasaan melanggar kebenaran yang disepakati agama-agama, norma-norma dan lain-lain serta punya kebiasaan mendewakan “kebenaran-sendiri” yang melawan kebenaran itu, juga bisa merusak kepercayaan. Dalam hal usaha atau kerja sering kita dapati ada orang lebih percaya sama orang lain ketimbang sama keturunannya sendiri karena pelanggaran yang dilakukan. Soal sayang, pasti orang lebih sayang sama keturunannya, tetapi soal percaya, lain lagi. Bahkan tak sedikit penjahat atau koruptor mencari orang lain yang bukan penjahat atau yang bukan koruptor ketika urusannya adalah soal kerja atau menjalankan usaha.

Proses Pembelajaran

Sebagai acuan untuk memperbaiki diri (proses pembelajaran), saya ingin mengusulkan suatu istilah yang mudah-mudahan dapat kita jadikan sebagai acuan dalam membangun kepercayaan. Istilah yang saya maksudkan itu adalah:

1. Kesalehan

2. Keahlian

3. Komunikasi

Kata saleh yang sudah dipakai umum di sini diambil dari bahasa Arab. Salah satu artinya adalah “yang cocok”, singkron, integrited, atau hormani. Kesalehan adalah kemampuan kita dalam menyesuaikan tindakan dengan nilai-nilai kebenaran yang kita yakini, menyesuaikan tindakan dengan ucapan, menyesuaikan bukti (aksi) dengan janji, atau menyesuaikan tindakan dengan kata hati, dan seterusnya.

Kenapa saya katakan kemampuan karena, tidak ada manusa yang lahir langsung soleh, menjadi orang jujur, menjadi orang yang berkomitmen tinggi, menjadi orang yang taat (discipline), dan seterusnya. Karena itu, harus ada kesadaran dari dalam untuk meningkatkan kesalehan kita dari yang paling sanggup kita lakukan. Soal bagaimana tehnisnya, itu terserah kita. Tetapi prinsipnya harus ada kesadan dan tindakan perbaikan secara bertahap.

Seperti yang saya katakan di atas, tak cukup membangun kepercayaan dengan bermodalkan komitmen moral, seperti kesalehan ini. Perlu dukungan lain, yaitu keahlian atau kapasitas, jika urusannya menyangkut kerja atau usaha. Keahlian di sini adalah kemampuan menyempurnakan pekerjaan berdasarkan standarnya. Untuk bisa memiliki kemampuan ini diperlukan tambahan pengetahuan dan pengalaman.

Pada ruang lingkup kerja dan usaha yang lebih luas, kesalehan akan bekerja untuk menyelamatkan kita dari jatuh. Sedangkan keahlian akan bekerja untuk menaikkan prestasi kita. Jika kita naik terus tetapi akhirnya jatuh, tentu ini sakit. Sebaliknya, jika kita hanya aman saja, tetapi prestasi kita tidak naik-naik, ini bisa membuat dada kita sesak. Supaya aman dan naik, kuncinya adalah kesalehan dan keahlian. Bicara kepercayaan, tentu peranan dua hal ini sangat vital. Jika kita hanya ahli tetapi tidak soleh atau soleh saja tetapi tidak ahli, kepercayaan tentunya masih kurang.

Sedangkan kemampuan berkomunikasi itu kita butuhkan antara lain untuk: a) menjelaskan penyimpangan seperti dalam kasus di atas akibat kesalahpahaman, b) menjelasakan kepada orang lain tentang diri kita atau c) menyelesaikan perosalan kesepakatan yang gagal dilaksanakan karena ada masalah yang muncul.

Ketiga acuan ini apabila berhasil kita jalankan berdasarkan keadaan-diri kita masing-masing, trust akan muncul. Soal tehnisnya mungkin bermacam-macam. Ada yang mungkin tidak dipercaya lebih dulu baru kemudian dipercaya atau ada yang langsung percaya. Percayalah!

http://www.e-psikologi.com/pengembangan/240506.htm

Baca Selanjutnya.....