Jumat, Mei 15, 2009

Kateristik remaja

Periode remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke periode dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam pembentukan kepribadian individu.


Kebanyakan ahli memandang masa remaja harus dibagi dalam dua periode karena terdapat ciri-ciri perilaku yang cukup banyak berbeda dalam kedua (sub) periode tersebut. Pembagian ini biasanya menjadi: periode remaja awal (early adolescence), yaitu berkisar antara umur 13 sampai 17 tahun; dan periode remaja akhir, yaitu 17 sampai 18 tahun (atau umur dewasa menurut hukum yang berlaku di suatu negara).

Secara umum, periode remaja merupakan klimaks dari periode-periode perkembangan sebelumnya. Dalam periode ini apa yang diperoleh dalam masa-masa sebelumnya diuji dan dibuktikan sehingga dalam periode selanjutnya individu telah mempunyai suatu pola pribadi yang lebih mantap.

Pertumbuhan fisik dalam periode pubertas terus berlanjut sehingga mencapai kematangan pada akhir periode remaja. Masalah-masalah sehubungan dengan perkembangan fisik pada periode pubertas (malu, atau rendah diri, takut gemuk, pingin punya kumis dan lain-lain) masih berlanjut, tetapi akhirnya mereda (Irwanto, dkk., 1989).

Ciri-ciri perilaku yang menonjol pada usia-usia ini terutama terlihat pada perilaku sosial. Dalam masa-masa ini teman sebaya mempunyai arti yang amat penting. Mereka ikut dalam klub-klub, klik-klik atau geng-geng sebaya yang perilaku dan nilai-nilai kolektifnya sangat mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu-individu yang menjadi anggotanya. Inilah proses dimana individu membentuk pola perilaku dan nilai-nilai baru yang pada gilirannya bisa menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang dipelajarinya di rumah.

Remaja adalah seorang idealis, ia memandang dunianya seperti apa yang ia inginkan, bukan sebagaimana adanya. Ia suka mimpi-mimpi yang sering membuatnya marah, cepat tersinggung atau frustasi. Selain itu, oleh keluarga dan masyarakat ia dianggap sudah menginjak dewasa, sehingga diberi tanggung jawab layaknya seorang yang sudah dewasa. Ia mulai memperhatikan prestasi dalam segala hal, karena ini memberinya nilai tambah untuk kedudukan sosialnya di antara teman sebaya maupun orang-orang dewasa.

Periode remaja adalah periode pemantapan identitas diri. Pengertiannya akan “siapa aku” yang dipengaruhi oleh pandangan orang-orang sekitarnya serta pengalaman-pengalaman pribadinya akan menentukan pola perilakunya sebagai orang dewasa. Pemantapan identitas diri ini tidak selalu mulus, tetapi sering melalui proses yang panjang dan bergejolak. Oleh karena itu, banyak ahli menamakan periode ini sebagai masa-masa storm and stress.

sumber :http://tumbuhkembanganak.edublogs.org/2008/05/26/karakteristik-remaja/

Baca Selanjutnya.....

Belajar Sukses!

BELAJAR. Mendengar kata ini saja sebagian orang sudah merasa ”alergi”. Yang terbayang dibenak adalah setumpuk buku tebal yang membosankan. Banyak orang juga beranggapan bahwa mereka sudah lama lulus dari sekolah, jadi untuk apa belajar. Orang-orang tersebut berpikir demikian karena mereka tidak melihat ataupun belum menikmati manfaat dahsyat dari kegiatan ”belajar”. Dalam berbisnis, belajar sudah menjadi keharusan. Tanpa belajar, pelaku bisnis dapat dipastikan akan jauh tertinggal dan tersingkir dari persaingan, karena belajar menumbuhkan inovasi, dan inovasi melahirkan perubahan positif yang diperlukan dalam berbisnis. Belajar pun harus dilakukan dengan cepat, bahkan jika mungkin, harus lebih cepat dari pesaing, dan dari perubahan yang terjadi. Jadi, untuk sukses di bidang apa pun yang kita tekuni, kita harus ”BELAJAR”. Belajar yang bagaimana yang bisa membawa sukses? Simak belajar untuk sukses berikut.

Manfaat BelajarMenurut D.A Benton yang telah mensurvei para CEO (Chief Executives Officers) dari berbagai bidang industri, belajar merupakan salah satu kebiasaan penting para CEO sukses. Pemimpin perusahaan yang efektif senantiasa mengembangkan diri dengan belajar, karena mereka banyak mendapatkan manfaat dari kebiasaan sukses ini.Orang penting. Dengan banyak ”belajar” kita menjadi orang yang memiliki banyak pengetahuan. Orang sekitar kita pun akan melihat dan merasakan ”aset” pengetahuan yang kita miliki, sehingga mereka akan datang kepada kita untuk mendapatkan ”solusi” yang mereka cari. Dengan demikian, kita bisa menjadi orang yang diperlukan oleh orang-orang sekitar kita, karena dianggap dapat memberikan manfaat, solusi bagi mereka. Alhasil, kemungkinan besar kita tidak akan tersingkir dari persaingan di tempat kerja. Sebaliknya, pengetahuan kita yang terus bertambah tersebut akan bisa membuka kesempatan besar untuk melaju dalam karier, ataupun dalam persaingan bisnis.Misalnya: Rini, yang memiliki banyak pengetahuan dan keterampilan, senantiasa menjadi andalan teman-teman, bahkan atasannya sebagai ”narasumber” dalam membantu mereka mengatasi berbagai masalah. Rini, yang memiliki pengetahuan bahasa Inggris paling baik di antara teman-temannya, dan pengetahuan yang luas dalam bidang pemasaran dan keuangan, selalu saja dimintai pendapat dalam membuat surat dan proposal bisnis penting untuk mitra asing, ataupun dalam menyiapkan presentasi bisnis dan negosiasi dengan calon pembeli. Atasan Rini pun selalu membawa Rini dalam pertemuan dengan mitra bisnis asing, ataupun dalam menghadiri pertemuan-pertemuan bisnis di luar negeri. Keputusan berkualitas. Pengetahuan dan keterampilan yang kita dapatkan dari kebiasaan belajar, bisa menjadi alat ampuh dalam membantu kita mengambil keputusan yang berkualitas. Dengan kemampuan yang selalu disempurnakan, kita menjadi lebih bijak dalam melihat suatu permasalahan, karena bisa melihat permasalahan dari sudut pandang yang lebih luas. Hal ini membantu kita untuk menghasilkan alternatif solusi yang lebih beragam, dan lebih tajam karena didukung dengan pengetahuan dan keterampilan yang lebih kaya.Misalnya: Toto, yang memiliki minat besar dalam bidang e-learning, beberapa bulan terakhir ini banyak membaca berbagai literatur di bidang pembelajaran elektronik. Ketika perusahaan IT tempat ia bekerja kemudian mengembangkan bisnis ke arah e-learning, ia diberi kepercayaan untuk pembuatan proposal pengembangan bisnis di bidang e-learning. Ditunjang dengan pendidikannya di bidang keuangan, keterampilan di bidang teknologi informasi, dan pengetahuan yang baru saja dipupuknya di bidang e-learning, Toto berhasil menyusun berbagai keputusan bisnis yang lebih berkualitas dan dengan derajat keyakinan sukses yang lebih tinggi. Master of change. Pembelajaran senantiasa membawa perubahan, karena pengetahuan dan keterampilan yang baru, seseorang memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan. Di dunia bisnis yang diwarnai dengan perubahan yang cepat. Para pelakunya harus senantiasa menelurkan perubahan. Jika pelaku bisnis tidak berubah, maka mereka akan dilibas oleh perubahan tersebut. Sebaliknya, dengan senantiasa melakukan pembelajaran yang berkesinambungan, pelaku bisnis bisa menjadi pihak yang mengendalikan perubahan (master of change), bukan pihak yang menjadi korban perubahan.Misalnya: Untuk memasuki bisnis teknologi tinggi yang penuh perubahan, pemain baru di industri ini haruslah menawarkan sesuatu yang baru agar bisa tampil sebagai pemenang. Inilah yang dilakukan oleh Michael Dell, pebisnis yang pada saat itu masih sangat muda. Pengetahuannya yang kuat di bidang perakitan komputer, serta kebiasaan belajarnya yang diperoleh dengan senantiasa mengamati perubahan yang terjadi di industri yang ditekuni, mendorong pemuda ini untuk berani tampil melibas pemain lama di dunia perakitan komputer. Cara baru yang cepat, unik, dan cerdas di tawarkan pada pelanggan, yaitu kesempatan untuk merakit komputer sesuai dengan kebutuhan sendiri, dengan harga yang relatif lebih murah, dan pengiriman yang lebih cepat. Apa Yang DipelajariOkay. Sekarang kita sudah yakin bahwa belajar itu dapat mendatangkan banyak manfaat. Tapi, apa sih sebenarnya yang harus kita pelajari?Yang diperlukan. Prioritas utama dalam pembelajaran tentunya adalah pembelajaran seputar topik-topik yang bisa langsung diperlukan untuk menunjang pekerjaan kita. Jika kita bergerak di bidang IT solution, tentunya kita harus banyak melahap literatur (buku, artikel, majalah) yang berhubungan dengan teknologi informasi. Kita juga bisa belajar dengan mengamati sepak terjang tokoh-tokoh bisnis IT ataupun perusahaan IT yang telah sukses di bidang masing-masing. Jika kita bergerak di bidang SDM, pastilah topik-topik pengembangan sumber daya manusia, dan pelatihan-pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi topik-topik utama yang perlu kita gali. Yang menunjang. Selain mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan yang kita tekuni, kita juga bisa mempelajari pengetahuan dan keterampilan penunjang, yaitu yang bisa memberi nilai tambah bagi kualitas pekerjaan kita. Pengetahuan dan keterampilan bernegosiasi, berkomunikasi dengan efektif, menyusun anggaran, mengendalikan dan memimpin orang lain, project management, serta menyusun anggaran sudah pasti dapat membantu kita dalam menjalankan pekerjaan kita dengan lebih baik.Yang disenangi. Pengetahuan dan keterampilan yang langsung terkait ataupun yang tidak langsung dapat menunjang pekerjaan kita memang sangat diperlukan. Tapi, yang juga kita perlukan adalah pengetahuan dan keterampilan yang dapat memberi kesenangan dan kenikmatan bagi kita. Biasanya pengetahuan dan keterampilan ini berkaitan dengan minat dan hobi kita. Jika kita adalah seorang akuntan, tapi memiliki minat besar di bidang otomotif, kita bisa saja melahap bahan bacaan, melakukan observasi tentang dunia otomotif. Jika, ternyata kita mendapat kesempatan untuk mengaudit sebuah perusahaan otomotif, kita sudah memiliki latar belakang kegiatan otomotif yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan kita. Jadi, galilah dan pupuk minat kita walaupun sepertinya tidak terlalu berhubungan dengan pekerjaan kita saat ini. Yang meningkatkan kualitas watak. Yang juga perlu diingat dalam mencari hal-hal yang harus dipelajari, adalah tidak sekedar pengetahuan dan keterampilan ”teknis” semata. Yang lebih penting adalah melakukan pembelajaran dalam hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas watak, misalnya: belajarlah juga bagaimana mengembangkan integritas, kejujuran, disipilin, keyakinan sukses, kepemimpinan dan komitmen. Semua ini bisa kita gali melalui pengamatan terhadap atasan, bawahan, teman sejawat, ataupun tokoh sukses di sekitar kita. Sumber lain yang juga sangat kaya akan hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas watak adalah buku-buku biografi orang-orang terkenal.Prinsip BelajarLalu, prinsip apa yang dapat kita terapkan dalam melakukan pembelajaran yang berkelanjutan? Ada dua prinsip yang harus kita perhatikan, yaitu:Komitmen. Douglas Brown, seorang pakar bahasa, mengatakan bahwa jika ingin belajar dengan sukses, prinsip utamanya adalah komitmen, yaitu: komitmen secara fisik, mental, dan emosional. Prinsip ini tidak hanya berlaku bagi pembelajaran di bidang bahasa, melainkan juga di bidang-bidang lain. Menurut Brown, agar belajar memberikan hasil yang maksimal, seorang pembelajar perlu secara fisik memberikan komitmennya dalam belajar, misalnya dengan menyediakan waktu khusus untuk belajar, terlibat secara fisik dalam mencari bahan-bahan yang harus dipelajari, ataupun mencatat hal-hal penting yang ditemui dalam belajar. Komitmen secara mental juga diperlukan, yaitu dengan memproses informasi yang didapatkan (bukan sekedar mendengar informasi selintas, dari kuping kiri ke kuping kanan, atau membaca selintas tanpa menyimak). Komitmen secara mental bisa dilakukan misalnya dengan mengaitkan informasi yang baru diterima, dengan pengalaman kita, dan mencari cara ataupun kesempatan untuk menerapkan informasi baru ini untuk meningkatkan kualitas pekerjaan, kegiatan, dan kehidupan kita. Sedangkan komitmen secara emosional melibatkan upaya untuk ”menyukai” apa yang kita pelajari. Tanpa rasa ”senang” akan sulit bertahan dalam belajar, terutama jika kita menghadapi bagian-bagian yang sulit untuk dicerna. Kesenangan akan topik yang dipelajari akan tumbuh jika kita bisa mencari dan menggali manfaat dari topik yang dipelajari tersebut, atau jika kita memiliki minat yang tinggi terhadap topik tersebut.Praktik. Prinsip lainnya adalah praktik. Mempraktikkan pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajari akan memberikan manfaat optimal bagi peningkatan kualitas hidup kita. Tanpa praktik, lama-kelamaan pengetahuan dan keterampilan tersebut akan menjadi usang. Seperti halnya belajar mengendarai mobil. Jika kita hanya ”membaca” dan ”memahami” petunjuk dalam mengendarai mobil, tanpa ada usaha untuk mencoba ”menjalankan” mobil tersebut, maka pengetahuan ini akan sia-sia, kita tidak akan bisa mengendarai mobil. Kita harus mau mencoba turun ke jalan. Pada mulanya pasti banyak hambatan, tapi dengan berjalannya waktu, dan keinginan untuk belajar dari tiap kesalahan yang kita lakukan, kita akan semakin mahir dalam mengendarai mobil. Jadi, pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajari, agar dapat memberikan manfaat yang optimal, perlu ”DIPRAKTIKKAN”.Strategi Belajar SuksesSetelah mengetahui manfaat belajar, apa yang harus dipelajari, dan prinsip yang bisa diterapkan untuk belajar, kita juga perlu mengetahui strategi belajar yang dapat memberikan hasil yang optimal. Banyak strategi belajar yang bisa kita pilih untuk diterapkan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.Belajar Efisien. Survei yang dilakukan terhadap orang-orang yang sudah mencapai posisi puncak membuktikan bahwa mereka memiliki kebiasaan ”belajar”. Pertanyaan selanjutnya: Bagaimana mereka bisa memiliki waktu belajar di tengah kesibukan mereka? Ternyata mereka bisa belajar kapan saja, dimana saja, dan dari siapa saja. Selain dari membaca buku, majalah dan surat kabar di rumah, mereka juga bisa memanfaatkan waktu menunggu, waktu makan siang, waktu di jalan (berkendaraan, maupun dalam penerbangan dan perjalanan dengan kereta api) untuk menambah ilmu. Selain membaca, mereka juga memanfaatkan waktu mereka untuk melakukan observasi lapangan berbagai hal yang terjadi sekitar mereka. Cara lain yang mereka terapkan adalah mendengarkan informasi berbentuk ”audio” (kaset, CD) dalam perjalanan atau dalam melakukan pekerjaan lain. Mereka juga menyerap informasi penting dan menarik dari diskusi dengan sesama profesional, atasan, bawahan, pelanggan, guru, pelatih, dan juga dari pesaing. Mereka juga sering menyempatkan diri untuk menghadiri seminar, workshop, ataupun pelatihan singkat, ataupun menyempatkan waktu untuk meningkatkan diri melalui sarana elektronik (misalnya: anggota beberapa mailing list, memanfaatkan fasilitas e-learning).Belajar Efektif. Seperti juga kepribadian, setiap orang memiliki gaya belajar yang berbeda. Ada yang lebih mudah belajar melalui audio. Ada yang lebih dapat menyerap informasi yang berupa tampilan secara visual. Ada juga yang lebih mudah menyerap informasi melalui gerakan. Selain gaya belajar yang dihubungkan dengan indera, gaya belajar juga bisa dihubungkan dengan waktu. Sebagian orang lebih mudah belajar di pagi atau siang hari. Sedangkan sebagian lagi lebih mudah belajar di malam hari. Yang penting adalah mengenali gaya belajar kita. Setelah itu kita bisa menyusun strategi belajar yang disesuaikan dengan gaya belajar kita. Misalnya, jika kita lebih mudah belajar di malam hari dan kita cenderung lebih efektif menyerap informasi dalam bentuk visual, maka strategi belajar kita adalah belajar hal-hal yang serius di malam hari dengan menggunakan input visual ataupun memvisualisasikan informasi yang kita terima (misalnya, kita bisa menggambarkan informasi yang kita baca dengan diagram, simbol-simbol, flowchart, grafik, yang dapat mempermudah pemahaman kita akan informasi yang akan kita serap). Belajar Bijak. Pengalaman (terutama kegagalan, kesuksesan, kesalahan) adalah guru yang terbaik. Jadi, jangan pernah melewatkan kesuksesan yang kita raih, kegagalan yang kita alami, dan kesalahan yang kita lakukan tanpa memetik pengalaman dari hal-hal tersebut. Tetapi waktu kita untuk belajar dari pengalaman sangat terbatas. Kita tidak akan bisa memanfaatkan semua waktu yang kita dapatkan untuk mempelajari semua yang kita perlukan. Untuk itu, kita perlu belajar cerdas dan bijak. Yang bisa kita lakukan antara lain adalah belajar tidak hanya dari pengalaman kita sendiri, terutama adalah belajar dari pengalaman orang lain. Banyak cara yang bisa dilakukan, antara lain adalah membaca biografi orang-orang sukses. Dari artikel, buku biografi setebal puluhan sampai ratusan halaman, kita bisa memetik pengalaman berpuluh-puluh tahun dari orang-orang yang riwayat hidupnya dibukukan. Cara lain adalah membaca hasil survei di bidang-bidang yang kita minati. Hasil survei memetakan data dan informasi yang diekstraksi secara profesional dari pengalaman orang lain juga. Cara yang lebih mudah adalah ”bertanya” pada orang-orang yang kita anggap lebih berpengalaman dari kita dalam bidang-bidang yang kurang kita kuasai. Dengan belajar dari orang lain, kita bisa melipatgandakan pengetahuan yang kita dapatkan (yaitu pengetahuan dari pengalaman kita sendiri ditambah dengan pengetahuan dari orang-orang lain).Di dunia yang bergerak cepat, banyak perubahan terjadi. Untuk mengendalikan perubahan ini, kita perlu belajar. Tanpa belajar, kita tidak bisa mengejar perubahan tersebut. Dengan belajar pun, jika tidak dilakukan dengan kecepatan yang sesuai dengan kecepatan perubahan tersebut, belum tentu juga kita dapat bertahan. Jadi, belajar sudah merupakan suatu keharusan, tetapi yang lebih diperlukan adalah belajar untuk sukses, yaitu belajar dengan menerapkan strategi belajar efesien, efektif dan bijak. Selamat belajar!n http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2004/0406/man01.html

Baca Selanjutnya.....

Rabu, Mei 06, 2009

ETIKA PERGAULAN REMAJA

1. Apa itu Etika?


Etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat akhlak, watak, perasaan, sikap cara berpikir. Dalam bentuk jamak “ta etha” artinya adalah adat kebiasaan. Arti inilah yang melatarbelakangi terbentuknya istilah “etika” oleh Aristoteles (384-322 sM): ilmu tentang adat kebiasaan, apa yang biasa dilakukan.



Etika mempunyai pengertian yang cukup dekat dengan moral. Moral dari bahasa latin mos jamaknya mores berarti kebiasaan, adat. Dalam kamus bahasa Indonesia pertama kali tahun 1988 kata mores dipakai dalam arti yang sama yakni adat kebiasaan. Jadi kata moral dan etika keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Setelah mempelajari asal-usulnya, sekarang kita menyimak artinya. Kata etika ada perbedaan yang mencolok, jika membandingkan dengan kamus bahasa Indonesia lama (Poerwadarminta, 1953) dan baru (1988). Perbedaan itu ialah etika dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral), sedangkan dalam kamus baru etika dijelaskan dengan membedakan tiga hal: Ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Kumpulan asas atau nilai yang berhubungan dengan akhlak. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Definisi etika tersebut di ataslah yang digunakan untuk menjelaskan pelbagi kata yang mengikutinya seperti: etika bisnis, etika kedokteran, etika pergaulan. Lebih jauh dari pengertian etika di atas, ada istilah lain yang sering dicampuradukkan begitu saja dengan kata etika yaitu etiket. Arti kata etika berbeda sekali dengan etiket. Etika di sini berarti moral dan etiket berarti sopan-santun. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan yang harus dilakukan manusia sebagai nilai umum yang diakui dan diterima. Misalnya jika saya menyerahkan sesuatu kepada Guru atau orang yang saya hormati, saya harus menyerahkannya dengan tangan kanan. Jika saya mau kencing maka saya harus pergi ke ke wc/toilet, bukan di tembok kelas atau di pohon kamboja. Jika saya tidak melakukan hal itu atau bertentangan maka saya bisa dikatakan melanggar etiket. sedangkan etika memberikan norma dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Jadi etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak. Misalnya: mengambil barang milik orang lain tanpa ijin tidak pernah diperbolehkan, “jangan mencuri” adalah merupakan suatu norma etika. Apakah orng itu mencuri dengan tangan kiri atau kanan sama sekali tidak relevan. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata maka etiket tidak berlaku. Misalnya ada banyak peraturan etiket yang mengatur cara kita makan. Dianggap melanggar etiket bila kita makan sambil berbunyi atau dengan meletakkan kaki di atas meja. Oleh karena itu, tema kita bukan etika pergaulan remaja melainkan etiket pergaulan karena menyangkut cara suatu perbuatan kita sebagai remaja dalam bergaul dengan sesama.

2. Hati Nurani Hati Nurani,

Berkaitan erat dengan norma untuk menilai baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran. Untuk hal ini kita perlu mengerti dua hal: pengenalan dan kesadaran. 1. Pengenalan. Kita mengenal, bila kita melihat, mendengar atau merasa sesuatu. Tapi pengenalan ini tidak monopoli manusia, seekor binatang pun bisa mengenal dengan mendengar atau merasakan bau. 2. Kesadaran. Kesadaran hanya dimiliki oleh manusia. Dengan kesadaran manusia sanggup untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang diri sendiri. Dalam diri manusia bisa berkangsung semacam “penggandaan”: ia bisa kembali kepada dirinya sendiri. Kesadaran dalam bahasa latin dipakai kata “conscientia” (scire = mengetahui, con = dengan, turut, coscientia = turut mengetahui).

3. Hati nurani retrospektif dan hati nurani prospektif

Hati nurani retrospektif memeberikan penilaian tentang perbuatan-perbuatan yang telah berlangsung di masa lampau. Hati nurani ini seakan-akan menoleh kebelakang dan menilai perbuatan-perbuatan yang sudah lewat. Ia menyatakan bahwa perbuatan itu baik atau tidak. Hati nurani retrospektif membuat keputusan bahwa perbuatan kita jelek atau sebaliknya memuji atau memberi rasa puas. Bila hati nurani menuduh dan menghukum diri kita maka kita merasa gelisah dalam batin atau seperti dikatakan dalam bahasa Inggris: a bad conscience. Sebaliknya, bila kita bertingkah laku dengan baik kita mempunyai a good conscience atau a clear conscience. Hati nurani prospektif melihat ke masa depan dan menilai perbuatan-perbuatan kita yang akan datang. Hati nurani dalam arti ini mengajak kita untuk melakukan sesuatu atau seperti barangkali lebih banyak terjadi mengatakan jangan dan melarang untuk melakukan sesuatu. Dalam hati nurani prospektif ini sebenarnya terkandung semacam ramalan.

4. Hati nurani bersifat personal dana adipersonal

Hati nurani bersifat personal, artinya selalu berkaitan dengan pribadi bersangkutan. Norma-norma dan cita-cita yang saya terima dalam hidup sehari-hari dan seolah-olah melekat pada pribadi saya, akan tampak juga dalam ucapan-ucapan hati nurani saya. Tidak ada dua manusia yang sama dan sekaligus memiliki hati nurani yang persis sama. Hati nurani diwarnai oleh kepribadian kita. Hati nurani berkembang bersama dengan perkembangan seluruh kepribadian kita. Di samping aspek personal hati nurani bersifa adipersonal. Hati nurani seolah-olah di atas pribadi kita, merupakan instansi di atas kita. Hal itu dimengerti dengan melihat kata hati nurani sendiri. “hati nurani” berarti hati yang diterangi (nur=cahaya). Aspek lain juga sering dipakai dalam bahasa Indonesia untuk menunjukkan hati nurani: suara hati, kata hati, suara batin. Terhadap hati nurani, kita seakan-akan membuka diri terhadap suara yang datang dari luar. Hati nurani mempunyai suatu aspek transenden, artinya melebihi pribadi kita. Karena aspek adipersonal itu orang beragama beranggapan bahwa hati nurani adalah suara Tuhan atau Tuhan berbicara melalui hati nurani.

5. Hati nurani sebagai norma moral yang subyektif

Mengikuti hati nurani merupakan suatu hak dasar bagi setiap manusia. Tidak ada orang lain yang berwenang untuk campur tangan dalam putusan hati nurani seseorang. Tidak boleh terjadi bahwa seorang dipaksa untuk bertindak bertentangan dengan hati nuraninya. Maka ada deklarasi universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (1948) disebut juga hak atas kebebasan hati nurani (pasal 18). Konsekuensinya bahwa negara harus menghormati putusan hati nurani para warganya. Dengan kata lain negara harus menghormati hak dari conscientious objector. Contoh negara yang mempratekkan wajib militer bagi orang muda. di Hati nurani mempunyai kedudukan yang kuat dalam hidup moral kita. Di pandang dari sudut subyek, hati nurani adalah norma terakhir untuk perbuatan-perbuatan kita. Atau putusan hati nurani adalah norma moral yang subyektif bagi tingkah laku kita.

6. Pembinaan hati nurani

Hati nurani harus dididik, seperti juga akal budi manusia membutuhkan pendidikan. Tapi pendidikan akal budi jauh lebih gampang untuk dijalankan. Metode-metode yang seharusnya digunakan untuk mencapai hasil optimal dalam mendidik akal budi jauh lebih jelas. Seperti misalnya pendidikan di sekolah bertujuan untuk mengembangkan dan mendidik akal budi anak-anak. Dalam diri anak akal budi terintegrasi engan seluruh kepribadiannya. Pendidikan hati nurani bersama dengan seluruh pendidikan moral jauh lebih kompleks sifatnya. Tempat yang baik untuk pendidikan hati nurani adalah di dalam keluarga. Sejak kecil anak dilatih untuk menyesuaikan diri secara lahiriah dengan kehendak pendidiknya (orang tua). Tujuan pendidikan adalah menanamkan kepekaan batin terhadap yang baik kepada anak didik. Iklim pebinaan hati nurani hendaknya diliputi dengan suasan moral yang menunjang dalam keluarga. Pembinaan hati nurani berlangsung dalam suasana informal dalam keluarga bukan dalam pendidikan sekolah.

7. Nilai dan Norma

Tidak mudah menjelaskan apa itu nilai? Setidak-tidaknya dapat dikatakan bahwa nilai itu sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik. Nilai (value) selalu mempunyai konotasi positif. Menurut filsuf Jerman- Amerika, Hans Jonas, nilai adalah “the address of a yes”: sesuatu yang ditujukan dengan “ya” kita. Sebaliknya sesuatu yang kita jauhi, sesuatu yang negatif seperti penderitaan, penyakit atau kematian adalah lawan nilai= non nilai atau disvalue. Berdasarkan analisis sederhana dapat kita simpulkan bahwa nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri berikut ini: Nilai berkaitan dengan subyek. Nilai tampil dalam suatu konteks yang praktis. Nilai menyangkut sesuatu yang ditambah oleh subyek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek pada dirinya sendiri. Sedangkan kata norma dari bahasa Latin arti kata pertama berarti carpenter’s square: siku-siku yang dipakai tukang kayu untuk mencek apakah benda yang dikerjakan (meja, bangku, kursi) sungguh-sungguh lurus? Maka dengan norma dimaksudkan aturan atau kaidah yang kita pakai sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu.


Baca Selanjutnya.....

Empat Pilar Belajar

1. Belajar mengetahui (learning to know)
Belajar mengetahui berkenaan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan informasi. Dewasa ini terdapat ledakan informasi dan pengetahuan. Hal itu bukan saja disebabkan karena adanya perkembangan yang sangat cepat dalam bidang ilmu dan teknologi, tetapi juga karena perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang elektronika, memungkinkan sejumlah besar informasi dan pengetahuan tersimpan, bisa diperoleh dan disebarkan secara cepat dan hampir menjangkau seluruh planet bumi. Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dengan berbagai upaya perolehan pengetahuan, melalui membaca, mengakses internet, bertanya, mengikuti kuliah, dll. Pengetahuan dikuasai melalui hafalan, tanya-jawab, diskusi, latihan pemecahan masalah, penerapan, dll. Pengetahuan dimanfaatkan untuk mencapai berbagai tujuan: memperluas wawasan, meningkatakan kemampuan, memecahkan masalah, belajar lebih lanjut, dll.

Jacques Delors (1996), sebagai ketua komisi penyusun Learning the Treasure Within, menegaskan adanya dua manfaat pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai alat (mean) dan pengetahuan sebagai hasil (end). Sebagai alat, pengetahuan digunakan untuk pencapaian berbagai tujuan, seperti: memahami lingkungan, hidup layak sesuai kondisi lingkungan, pengembangan keterampilan bekerja, berkomunikasi. Sebagai hasil, pengetahuan mereka dasar bagi kepuasaan memahami, mengetahui dan menemukan.
Pengetahuan terus berkembang, setiap saat ditemukan pengetahuan baru. Oleh karena itu belajar mengetahui harus terus dilakukan, bahkan ditingkatkan menjadi knowing much (berusaha tahu banyak).
2. Belajar berkarya (learning to do)
Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang sangat cepat, maka individu perlu belajar berkarya. Belajar berkarya berhubungan erat dengan belajar mengetahui, sebab pengetahuan mendasari perbuatan. Dalam konsep komisi Unesco, belajar berkarya ini mempunyai makna khusus, yaitu dalam kaitan dengan vokasional. Belajar berkarya adalah balajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Sejalan dengan tuntutan perkembangan industri dan perusahaan, maka keterampilan dan kompetisi kerja ini, juga berkembang semakin tinggi, tidak hanya pada tingkat keterampilan, kompetensi teknis atau operasional, tetapi sampai dengan kompetensi profesional. Karena tuntutan pekerjaan didunia industri dan perusahaan terus meningkat, maka individu yang akan memasuki dan/atau telah masuk di dunia industri dan perusahaan perlu terus bekarya. Mereka harus mampu doing much (berusaha berkarya banyak).
3. Belajar hidup bersama (learning to live together)
Dalam kehidupan global, kita tidak hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok etnik, daerah, budaya, ras, agama, kepakaran, dan profesi, tetapi hidup bersama dan bekerja sama dengan aneka kelompok tersebut. Agar mampu berinteraksi, berkomonikasi, bekerja sama dan hidup bersama antar kelompok dituntut belajar hidup bersama. Tiap kelompok memiliki latar belakang pendidikan, kebudayaan, tradisi, dan tahap perkembangan yang berbeda, agar bisa bekerjasama dan hidup rukun, mereka harus banyak belajar hidup bersama, being sociable (berusaha membina kehidupan bersama)
4. Belajar berkembang utuh (learning to be)Tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks, menuntut pengembangan manusia secara utuh. Manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Untuk mencapai sasaran demikian individu dituntut banyak belajar mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Sebenarnya tuntutan perkembangan kehidupan global, bukan hanya menuntut berkembangnya manusia secara menyeluruh dan utuh, tetapi juga manusia utuh yang unggul. Untuk itu mereka harus berusaha banyak mencapai keunggulan (being excellence). Keunggulan diperkuat dengan moral yang kuat. Individu-individu global harus berupaya bermoral kuat अत sumber Blog http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/05/08/empat-pilar-belajar/

Baca Selanjutnya.....