Rabu, Mei 06, 2009

ETIKA PERGAULAN REMAJA

1. Apa itu Etika?


Etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat akhlak, watak, perasaan, sikap cara berpikir. Dalam bentuk jamak “ta etha” artinya adalah adat kebiasaan. Arti inilah yang melatarbelakangi terbentuknya istilah “etika” oleh Aristoteles (384-322 sM): ilmu tentang adat kebiasaan, apa yang biasa dilakukan.



Etika mempunyai pengertian yang cukup dekat dengan moral. Moral dari bahasa latin mos jamaknya mores berarti kebiasaan, adat. Dalam kamus bahasa Indonesia pertama kali tahun 1988 kata mores dipakai dalam arti yang sama yakni adat kebiasaan. Jadi kata moral dan etika keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Setelah mempelajari asal-usulnya, sekarang kita menyimak artinya. Kata etika ada perbedaan yang mencolok, jika membandingkan dengan kamus bahasa Indonesia lama (Poerwadarminta, 1953) dan baru (1988). Perbedaan itu ialah etika dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral), sedangkan dalam kamus baru etika dijelaskan dengan membedakan tiga hal: Ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Kumpulan asas atau nilai yang berhubungan dengan akhlak. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Definisi etika tersebut di ataslah yang digunakan untuk menjelaskan pelbagi kata yang mengikutinya seperti: etika bisnis, etika kedokteran, etika pergaulan. Lebih jauh dari pengertian etika di atas, ada istilah lain yang sering dicampuradukkan begitu saja dengan kata etika yaitu etiket. Arti kata etika berbeda sekali dengan etiket. Etika di sini berarti moral dan etiket berarti sopan-santun. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan yang harus dilakukan manusia sebagai nilai umum yang diakui dan diterima. Misalnya jika saya menyerahkan sesuatu kepada Guru atau orang yang saya hormati, saya harus menyerahkannya dengan tangan kanan. Jika saya mau kencing maka saya harus pergi ke ke wc/toilet, bukan di tembok kelas atau di pohon kamboja. Jika saya tidak melakukan hal itu atau bertentangan maka saya bisa dikatakan melanggar etiket. sedangkan etika memberikan norma dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Jadi etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak. Misalnya: mengambil barang milik orang lain tanpa ijin tidak pernah diperbolehkan, “jangan mencuri” adalah merupakan suatu norma etika. Apakah orng itu mencuri dengan tangan kiri atau kanan sama sekali tidak relevan. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata maka etiket tidak berlaku. Misalnya ada banyak peraturan etiket yang mengatur cara kita makan. Dianggap melanggar etiket bila kita makan sambil berbunyi atau dengan meletakkan kaki di atas meja. Oleh karena itu, tema kita bukan etika pergaulan remaja melainkan etiket pergaulan karena menyangkut cara suatu perbuatan kita sebagai remaja dalam bergaul dengan sesama.

2. Hati Nurani Hati Nurani,

Berkaitan erat dengan norma untuk menilai baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran. Untuk hal ini kita perlu mengerti dua hal: pengenalan dan kesadaran. 1. Pengenalan. Kita mengenal, bila kita melihat, mendengar atau merasa sesuatu. Tapi pengenalan ini tidak monopoli manusia, seekor binatang pun bisa mengenal dengan mendengar atau merasakan bau. 2. Kesadaran. Kesadaran hanya dimiliki oleh manusia. Dengan kesadaran manusia sanggup untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang diri sendiri. Dalam diri manusia bisa berkangsung semacam “penggandaan”: ia bisa kembali kepada dirinya sendiri. Kesadaran dalam bahasa latin dipakai kata “conscientia” (scire = mengetahui, con = dengan, turut, coscientia = turut mengetahui).

3. Hati nurani retrospektif dan hati nurani prospektif

Hati nurani retrospektif memeberikan penilaian tentang perbuatan-perbuatan yang telah berlangsung di masa lampau. Hati nurani ini seakan-akan menoleh kebelakang dan menilai perbuatan-perbuatan yang sudah lewat. Ia menyatakan bahwa perbuatan itu baik atau tidak. Hati nurani retrospektif membuat keputusan bahwa perbuatan kita jelek atau sebaliknya memuji atau memberi rasa puas. Bila hati nurani menuduh dan menghukum diri kita maka kita merasa gelisah dalam batin atau seperti dikatakan dalam bahasa Inggris: a bad conscience. Sebaliknya, bila kita bertingkah laku dengan baik kita mempunyai a good conscience atau a clear conscience. Hati nurani prospektif melihat ke masa depan dan menilai perbuatan-perbuatan kita yang akan datang. Hati nurani dalam arti ini mengajak kita untuk melakukan sesuatu atau seperti barangkali lebih banyak terjadi mengatakan jangan dan melarang untuk melakukan sesuatu. Dalam hati nurani prospektif ini sebenarnya terkandung semacam ramalan.

4. Hati nurani bersifat personal dana adipersonal

Hati nurani bersifat personal, artinya selalu berkaitan dengan pribadi bersangkutan. Norma-norma dan cita-cita yang saya terima dalam hidup sehari-hari dan seolah-olah melekat pada pribadi saya, akan tampak juga dalam ucapan-ucapan hati nurani saya. Tidak ada dua manusia yang sama dan sekaligus memiliki hati nurani yang persis sama. Hati nurani diwarnai oleh kepribadian kita. Hati nurani berkembang bersama dengan perkembangan seluruh kepribadian kita. Di samping aspek personal hati nurani bersifa adipersonal. Hati nurani seolah-olah di atas pribadi kita, merupakan instansi di atas kita. Hal itu dimengerti dengan melihat kata hati nurani sendiri. “hati nurani” berarti hati yang diterangi (nur=cahaya). Aspek lain juga sering dipakai dalam bahasa Indonesia untuk menunjukkan hati nurani: suara hati, kata hati, suara batin. Terhadap hati nurani, kita seakan-akan membuka diri terhadap suara yang datang dari luar. Hati nurani mempunyai suatu aspek transenden, artinya melebihi pribadi kita. Karena aspek adipersonal itu orang beragama beranggapan bahwa hati nurani adalah suara Tuhan atau Tuhan berbicara melalui hati nurani.

5. Hati nurani sebagai norma moral yang subyektif

Mengikuti hati nurani merupakan suatu hak dasar bagi setiap manusia. Tidak ada orang lain yang berwenang untuk campur tangan dalam putusan hati nurani seseorang. Tidak boleh terjadi bahwa seorang dipaksa untuk bertindak bertentangan dengan hati nuraninya. Maka ada deklarasi universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (1948) disebut juga hak atas kebebasan hati nurani (pasal 18). Konsekuensinya bahwa negara harus menghormati putusan hati nurani para warganya. Dengan kata lain negara harus menghormati hak dari conscientious objector. Contoh negara yang mempratekkan wajib militer bagi orang muda. di Hati nurani mempunyai kedudukan yang kuat dalam hidup moral kita. Di pandang dari sudut subyek, hati nurani adalah norma terakhir untuk perbuatan-perbuatan kita. Atau putusan hati nurani adalah norma moral yang subyektif bagi tingkah laku kita.

6. Pembinaan hati nurani

Hati nurani harus dididik, seperti juga akal budi manusia membutuhkan pendidikan. Tapi pendidikan akal budi jauh lebih gampang untuk dijalankan. Metode-metode yang seharusnya digunakan untuk mencapai hasil optimal dalam mendidik akal budi jauh lebih jelas. Seperti misalnya pendidikan di sekolah bertujuan untuk mengembangkan dan mendidik akal budi anak-anak. Dalam diri anak akal budi terintegrasi engan seluruh kepribadiannya. Pendidikan hati nurani bersama dengan seluruh pendidikan moral jauh lebih kompleks sifatnya. Tempat yang baik untuk pendidikan hati nurani adalah di dalam keluarga. Sejak kecil anak dilatih untuk menyesuaikan diri secara lahiriah dengan kehendak pendidiknya (orang tua). Tujuan pendidikan adalah menanamkan kepekaan batin terhadap yang baik kepada anak didik. Iklim pebinaan hati nurani hendaknya diliputi dengan suasan moral yang menunjang dalam keluarga. Pembinaan hati nurani berlangsung dalam suasana informal dalam keluarga bukan dalam pendidikan sekolah.

7. Nilai dan Norma

Tidak mudah menjelaskan apa itu nilai? Setidak-tidaknya dapat dikatakan bahwa nilai itu sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik. Nilai (value) selalu mempunyai konotasi positif. Menurut filsuf Jerman- Amerika, Hans Jonas, nilai adalah “the address of a yes”: sesuatu yang ditujukan dengan “ya” kita. Sebaliknya sesuatu yang kita jauhi, sesuatu yang negatif seperti penderitaan, penyakit atau kematian adalah lawan nilai= non nilai atau disvalue. Berdasarkan analisis sederhana dapat kita simpulkan bahwa nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri berikut ini: Nilai berkaitan dengan subyek. Nilai tampil dalam suatu konteks yang praktis. Nilai menyangkut sesuatu yang ditambah oleh subyek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek pada dirinya sendiri. Sedangkan kata norma dari bahasa Latin arti kata pertama berarti carpenter’s square: siku-siku yang dipakai tukang kayu untuk mencek apakah benda yang dikerjakan (meja, bangku, kursi) sungguh-sungguh lurus? Maka dengan norma dimaksudkan aturan atau kaidah yang kita pakai sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu.


Tidak ada komentar: