Banyaknya persoalan seksualitas di kalangan remaja selain disebabkan oleh anggapan tabu tentang seks di masyarakat yang berakibat remaja kurang memiliki pengetahuan tentang masalah seksualitas yang benar, juga disebabkan karena tidak adanya dukungan dari sistem, berupa kebijakan dalam bidang kesehatan yang
Selama ini apabila kita berbicara mengenai seks maka yang terbersit dalam benak sebagian besar orang adalah hubungan seks, padahal seks itu artinya adalah jenis kelamin. Jenis kelamin ini membedakan laki-laki dan perempuan secara biologis, sedangkan seksualitas menyangkut : dimensi biologis, yaitu berkaitan dengan organ reproduksi, cara merawat kebersihan dan kesehatannya ; dimensi psikologis, di mana seksualitas berkaitan dengan identitas peran jenis, perasaan terhadap seksualitas dan bagaimana menjalankan fungsinya sebagai makhluk seksual ; dimensi sosial, berkaitan dengan bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia serta bagaimana lingkungan berpengaruh dalam pembentukan pandangan mengenai seksualitas dan pilihan perilaku seks ; dan dimensi kultural, menunjukkan bahwa perilaku seks itu merupakan bagian dari budaya yang ada di masyarakat.
Sejauh manakah perilaku seks remaja saat ini ? Data konseling kehamilan remaja di Lentera Sahaja PKBI DIY mulai bulan Juni 1997 sampai dengan bulan Agustus 1997 menunjukkan 571 kasus kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan remaja. Kehamilan ini terjadi dalam situasi yang berbeda-beda, misalnya dipaksa melakukan hubungan seks, baik oleh orang yang dikenal seperti pacar, teman , saudara, maupun oleh orang yang tidak dikenal ; petting ( hanya ada beberapa kasus ) ; hubungan seksyang kemudian dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak ( dengan berbagai "janji / rayuan" dari pihak laki-laki ) tanpa memikirkan konsekuensinya secara mendalam ; kepercayaan terhadap mitos seputar kehamilan dan cara menghindarinya, misal minum minuman yang bersoda setalah berhubungan seks akan mencegah terjadinya kehamilan ; serta penghitungan masa subur yang meleset. Apakah ada perbedaan persoalan seksualitas remaja laki-laki dan remaja perempuan ? Pada dasarnya masalah remaja yang berkaitan dengan seksalitas dialami oleh remaja laki-laki maupun perempuan, namun akibat negatifnya lebih banyak dialami oleh remaja perempuan, dengan kata lain seringkali remaja perempuan mejadi korban dari permasalah seksualitas ini. Dalam masyarakat ada anggapan bahwa perempuan haruslah menjaga keperawanan sehingga tidak sepantasnya perempuan itu menyalurkan dorongan seksualnya dengan hubungan seks, sedangkan bagi remaja laki-laki, tidak ada tuntutan semacam itu, bahkan remaja laki-laki yang telah berhubungan seks dianggap lebih berpengalaman dan mendapatkan nilai lebih di mata teman-temannya. Posisi tawar yang rendah pada remaja perempuan membuat mereka tidak mampu mengambil keputusan atas dirinya dan tubuhnya sendiri. Ketika remaja perempuan memilih atau melakukan hubungan seks karena terpaksa maka akibat negatif yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, seperti kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual dan terinfeksi HIV/AIDS. Pada umumnya, jikalau terjadi KTD, remaja perempuan ini tidak tahu di mana tempat yang tepat untuk mengadukan masalah yang dihadapinya.
Untuk membantu remaja menyelesaikan masalahnya secara bertangung jawab, diperlukan keberpihakan terhadap remaja, yang muncul dalam bentuk pemahaman, empati dan dukungan kepada remaja. Salah satu bentuk kegiatan yang dapat membantu remaja dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya termasuk seksualitas adalah dengan melalui konseling. Mendapatkan informasi mengenai seksualitas merupakan hak semua orang termasuk remaja. Selama ini sarana-sarana yang dipakai remaja untuk memenuhi keingintahuannya tentang masalah seksualitas ini didapatkan dari berbagai sumber, buku-buku populer, diskusi dengan teman-temnnya, nonton film / video, dan lain sebagainya. Informasi seperti in seringkali tidak benar, penuh dengan mitos dan bias gender. Melalui konseling seksualitas, remaja akan memperoleh info yang benar, proporsional dan bertanggung jawab dari konselor yang bersangkutan. Remaja juga dapat berdiskusi dengan konselor mengenai problem seksualitas sehingga pada akhirnya remaja bisa memahami nilai pribadinya, sikap dan perilaku seksualnya, serta belajar untuk mengambil keputusan lebih lanjut. Dengan demikian, ketika remaja mempunyai masalah, dia akan mendapatkan dukungan dari orang yang bisa memahami keadaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar